Warna-warni cerah pada jajanan, permen, dan minuman seringkali menjadi daya tarik utama, terutama bagi anak-anak. Namun, di balik visual yang menggugah selera itu, tersimpan pertanyaan krusial bagi setiap orang tua dan pelaku usaha makanan: “Apakah ini aman?” Kekhawatiran ini sangat beralasan, mengingat maraknya kebingungan antara pewarna makanan yang telah diatur keamanannya dan zat pewarna industri berbahaya yang disalahgunakan.
Banyak informasi yang simpang siur, menciptakan ketakutan sekaligus ketidakpastian. Di satu sisi, ada risiko kesehatan nyata dari konsumsi berlebih pewarna sintetis. Di sisi lain, ada regulasi ketat yang sebenarnya telah ditetapkan untuk melindungi konsumen.
Artikel ini adalah panduan definitif Anda. Kami akan membongkar mitos, menjelaskan aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara gamblang, mengungkap bahaya tersembunyi, dan yang terpenting, membuka tabir sains di balik cara keamanan pangan diukur secara profesional di laboratorium. Tujuannya adalah memberdayakan Anda, baik sebagai konsumen yang waspada maupun sebagai pemilik bisnis yang bertanggung jawab, dengan pengetahuan yang akurat dan dapat ditindaklanjuti.
- Mengapa Konsentrasi Pewarna Makanan Menjadi Isu Kritis?
- Regulasi BPOM: Membedah Daftar Pewarna Makanan di Indonesia
- Panduan Praktis Konsumen: Cara Mengidentifikasi Pewarna Berbahaya
- Di Balik Layar: Sains dan Teknologi Pengujian Pewarna Makanan
- Kesimpulan
- References
Mengapa Konsentrasi Pewarna Makanan Menjadi Isu Kritis?
Isu utama dalam keamanan pewarna makanan tidak hanya terletak pada jenis zat yang digunakan, tetapi juga pada konsentrasinya. Ada perbedaan fundamental antara pewarna yang disetujui BPOM dan digunakan sesuai takaran, dengan penyalahgunaan zat pewarna terlarang atau penggunaan pewarna legal dalam konsentrasi berlebihan. Keduanya membawa risiko signifikan terhadap keamanan pangan dan kesehatan manusia.
Dinas Kesehatan (Dinkes) di berbagai daerah secara rutin mengingatkan publik akan bahaya pewarna non-pangan, seperti pewarna tekstil, yang terkadang ditemukan pada produk makanan. Zat-zat ini sama sekali tidak dirancang untuk metabolisme tubuh manusia dan dapat bersifat toksik. Namun, bahaya juga mengintai dari pewarna yang diizinkan jika konsentrasinya melampaui batas aman yang telah ditetapkan. Tubuh memiliki ambang batas toleransi terhadap zat kimia, dan paparan berlebih secara terus-menerus dapat memicu masalah kesehatan jangka panjang.
Dampak Konsumsi Berlebih: Saat yang ‘Aman’ Menjadi Berbahaya
Setiap bahan tambahan pangan yang diizinkan, termasuk pewarna sintetis, memiliki batas Asupan Harian yang Dapat Diterima atau Acceptable Daily Intake (ADI). ADI adalah jumlah maksimum zat aditif yang dapat dikonsumsi setiap hari sepanjang hidup tanpa menimbulkan risiko kesehatan yang berarti. Konsep toksikologi ini didasarkan pada prinsip dose-response relationship: dosis menentukan racun. Artinya, zat yang aman dalam dosis kecil bisa menjadi berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar dan terus-menerus.
Salah satu contoh yang paling banyak diteliti adalah Tartrazin (kuning E102). Meskipun diizinkan oleh BPOM dengan batas tertentu, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi Tartrazin secara berlebihan dapat menghambat penyerapan seng (zinc) pada anak-anak. Dampaknya bisa serius, mulai dari potensi gangguan pertumbuhan, peningkatan risiko infeksi, hingga penurunan daya ingat.[1] Ini menegaskan bahwa label “aman” dari regulator selalu disertai dengan syarat penggunaan yang bertanggung jawab.
Seorang ahli gizi terdaftar mungkin akan menyarankan orang tua untuk tidak hanya menghindari produk dengan pewarna terlarang, tetapi juga membatasi konsumsi makanan olahan yang berwarna sangat cerah secara umum, seperti permen, sereal manis, dan minuman ringan, untuk mengelola asupan total bahan tambahan pangan pada anak.
Hubungan Pewarna Sintetis dengan Alergi dan Hiperaktivitas Anak
Salah satu kekhawatiran terbesar orang tua adalah potensi hubungan antara pewarna makanan sintetis dengan alergi dan masalah perilaku seperti hiperaktivitas pada anak. Beberapa penelitian ilmiah telah menginvestigasi kaitan ini, terutama untuk pewarna seperti Tartrazin (Yellow 5) dan Allura Red (Red 40).
Meskipun konsensus ilmiah global masih berkembang, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian kecil anak-anak yang sensitif dapat menunjukkan peningkatan gejala hiperaktivitas setelah mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis tertentu. Selain itu, reaksi alergi seperti gatal-gatal, ruam kulit, hingga kesulitan bernapas juga telah dilaporkan pada individu yang sensitif terhadap pewarna ini. Menurut portal kesehatan terkemuka seperti Alodokter, gejala alergi ini muncul karena sistem kekebalan tubuh keliru menganggap zat pewarna sebagai ancaman.[2]
Penting untuk menjaga nada yang seimbang dan berbasis sains. Hubungan ini tidak berlaku untuk semua anak, tetapi merupakan risiko nyata bagi populasi yang rentan. Oleh karena itu, pemantauan konsentrasi dan kepatuhan terhadap regulasi menjadi sangat penting untuk melindungi kelompok konsumen yang paling sensitif.
Regulasi BPOM: Membedah Daftar Pewarna Makanan di Indonesia
Untuk mengatasi kebingungan di masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan regulasi yang sangat jelas. Aturan ini menjadi pilar utama dalam menjamin keamanan pangan di Indonesia. Landasan hukum utamanya adalah Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.[3] Peraturan ini secara rinci mengatur jenis pewarna yang diizinkan, yang dilarang, serta batas maksimal penggunaannya pada berbagai kategori produk pangan.
Memahami regulasi ini adalah langkah pertama untuk melindungi diri dan keluarga. Untuk memudahkan, kita dapat mengkategorikan pewarna makanan ke dalam tiga daftar: Merah (Terlarang), Kuning (Diizinkan dengan Batas), dan Hijau (Alami dan Aman). Untuk informasi lebih detail, Anda dapat merujuk langsung pada dokumen resmi Peraturan BPOM tentang Bahan Tambahan Pangan (No. 11, 2019).
Red List: Pewarna Terlarang yang Wajib Dihindari (Rhodamin B & Metanil Yellow)
Ini adalah kategori paling berbahaya. Pewarna dalam daftar ini bukanlah pewarna makanan, melainkan zat pewarna industri (misalnya untuk tekstil, cat, atau kertas) yang disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab karena harganya murah dan warnanya sangat mencolok. Dua yang paling terkenal adalah Rhodamin B dan Metanil Yellow.
BPOM dan Dinas Kesehatan secara tegas melarang penggunaan zat-zat ini dalam pangan. Rhodamin B, pewarna sintetis berwarna merah keunguan, sering disalahgunakan pada kerupuk, terasi, dan sirup. Menurut berbagai sumber kesehatan, Rhodamin B bersifat karsogenik. Konsumsi jangka panjang dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan, kerusakan fungsi hati, dan kanker.[4]
Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna terlarang ini biasanya sangat mudah dikenali: warnanya terlalu cerah, mencolok, terkadang berpendar (fluorescent), dan cenderung tidak merata. Untuk daftar resmi zat berbahaya lainnya, Anda dapat mengunjungi laman Daftar Bahan Berbahaya yang Dilarang dalam Pangan oleh BPOM.
Yellow List: Pewarna Sintetis yang Diizinkan dengan Batas Maksimal
Kategori ini mencakup pewarna sintetis yang telah melalui evaluasi keamanan dan diizinkan penggunaannya oleh BPOM, namun dengan batasan konsentrasi yang sangat ketat. Pelaku industri makanan wajib mematuhi batas ini untuk memastikan produk mereka aman dikonsumsi.
Berikut adalah contoh beberapa pewarna sintetis yang diizinkan beserta batas maksimalnya sesuai regulasi BPOM:
| Nama Pewarna Sintetis | Nama Lain / Kode E | Contoh Produk | Batas Maksimal Penggunaan (mg/kg) |
|---|---|---|---|
| Tartrazin | Yellow 5 / E102 | Minuman ringan, jeli, permen | 100 |
| Kuning FCF | Sunset Yellow / E110 | Es krim, makanan ringan | 200 |
| Ponceau 4R | Cochineal Red A / E124 | Saus, produk roti | 50 |
| Biru Berlian FCF | Brilliant Blue / E133 | Minuman isotonik, permen | 200 |
Catatan: Tabel ini adalah contoh dan bukan daftar lengkap. Batas maksimal dapat bervariasi tergantung jenis produk pangan. Selalu rujuk pada Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 untuk data yang paling akurat dan komprehensif.
Data ini menunjukkan bahwa penggunaan pewarna seperti Tartrazin pada minuman ringan dibatasi maksimal 100 mg per kg produk. Kepatuhan terhadap batas ini adalah kunci untuk menjaga keamanan konsumen.
Green List: Alternatif Pewarna Alami yang Aman Digunakan
Bagi konsumen dan produsen yang ingin menghindari pewarna sintetis, alam menyediakan banyak alternatif yang aman. Pewarna alami diekstrak dari sumber tumbuhan, hewan, atau mineral dan umumnya dianggap lebih aman.
Beberapa contoh pewarna alami yang populer digunakan antara lain:
- Kurkumin (dari kunyit): Memberikan warna kuning cerah.
- Klorofil (dari daun suji/pandan): Memberikan warna hijau.
- Karmin (dari serangga Cochineal): Memberikan warna merah pekat.
- Antosianin (dari ubi ungu/kol merah): Memberikan spektrum warna merah hingga biru.
- Karamel: Memberikan warna cokelat.
Menurut seorang ahli teknologi pangan, tantangan utama penggunaan pewarna alami dalam skala industri adalah stabilitasnya. Warna dari sumber alami bisa lebih rentan terhadap perubahan akibat panas, cahaya, dan tingkat keasaman (pH) dibandingkan pewarna sintetis. Selain itu, biaya produksinya seringkali lebih tinggi dan warna yang dihasilkan mungkin tidak secerah sintetis. Namun, dari segi keamanan dan persepsi konsumen, pewarna alami jelas memiliki keunggulan signifikan.
Panduan Praktis Konsumen: Cara Mengidentifikasi Pewarna Berbahaya
Setelah memahami regulasi, langkah selanjutnya adalah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi konsumen yang cerdas berarti mampu mengidentifikasi potensi bahaya sebelum membeli atau mengonsumsi produk. Berikut adalah panduan praktis untuk membantu Anda. Untuk tips tambahan dari lembaga pemerintah, Anda dapat membaca panduan tentang Mengidentifikasi Bahan Tambahan Berbahaya dalam Pangan.
Penting untuk diingat, tes visual ini bersifat indikatif dan bukan konklusif. Untuk hasil yang pasti, diperlukan analisis laboratorium.
Inspeksi Visual: Ciri-Ciri Makanan dengan Pewarna Tidak Aman
Pewarna tekstil seperti Rhodamin B dan Metanil Yellow memiliki karakteristik khas yang bisa Anda amati secara visual. BPOM dan Dinkes seringkali menyosialisasikan ciri-ciri ini kepada masyarakat:
- Warna Sangat Cerah dan Mencolok: Warnanya terlihat tidak wajar, terlalu terang, dan terkadang berpendar (fluorescent), berbeda dari warna alami bahan makanan.
- Distribusi Warna Tidak Merata: Seringkali terdapat gumpalan-gumpalan warna pada produk karena pewarna tidak larut sempurna.
- Rasa Agak Pahit: Makanan yang mengandung pewarna terlarang terkadang meninggalkan sedikit rasa pahit di lidah.
- Meninggalkan Noda Pekat: Jika dipegang, warnanya akan menempel kuat di tangan, kulit, atau wadah. Anda bisa melakukan tes sederhana dengan menempelkan makanan pada kertas tisu; jika warna menyebar dan meninggalkan noda yang sangat pekat, patut dicurigai.
Membaca Label dengan Cermat: Mencari Kode dan Nama Pewarna
Untuk produk kemasan, label adalah sumber informasi terpenting Anda. Inilah cara membaca label secara efektif untuk memeriksa keamanan pewarna:
- Cari Nomor Izin Edar BPOM: Pastikan produk memiliki nomor izin edar, biasanya berupa “BPOM RI MD/ML” diikuti serangkaian angka. Ini menandakan produk telah terdaftar dan diawasi oleh BPOM. Anda dapat memverifikasi nomor ini melalui aplikasi “Cek Produk BPOM”.
- Periksa Daftar Komposisi: Produsen wajib mencantumkan semua bahan yang digunakan, termasuk bahan tambahan pangan. Cari nama pewarna yang digunakan, misalnya “Pewarna Sintetis Tartrazin CI 19140” atau “Pewarna Alami Karmin CI 75470”. Jika hanya tertulis “pewarna” tanpa penjelasan, Anda patut lebih waspada.
- Kenali Nama dan Kode: Biasakan diri dengan nama-nama pewarna pada “Yellow List” (diizinkan) dan waspadai jika ada nama yang tidak Anda kenali atau tidak tercantum dalam regulasi.
Dengan membiasakan diri melakukan inspeksi visual dan membaca label, Anda telah membangun lapisan pertahanan pertama untuk melindungi keluarga dari bahaya pewarna makanan tidak aman.
Di Balik Layar: Sains dan Teknologi Pengujian Pewarna Makanan
Bagaimana produsen makanan dan regulator memastikan bahwa konsentrasi pewarna dalam produk sesuai dengan batas aman? Jawabannya terletak pada sains dan teknologi pengujian di laboratorium. Proses ini tidak hanya untuk mendeteksi pewarna ilegal, tetapi juga untuk mengukur secara presisi konsentrasi pewarna yang diizinkan, memastikan konsistensi produk, dan memenuhi standar keamanan pangan.
Metode-metode ini, yang sering dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, memberikan dasar objektif untuk kontrol kualitas. Seorang ilmuwan pangan akan menjelaskan bahwa tujuan utama pengujian ini adalah untuk mengubah atribut kualitatif (warna) menjadi data kuantitatif (konsentrasi) yang dapat diukur dan diverifikasi.
Prinsip Kerja Colorimeter dalam Analisis Konsentrasi
Salah satu alat fundamental dalam analisis warna adalah colorimeter. Alat ini bekerja berdasarkan Hukum Beer-Lambert, sebuah prinsip fisika yang menyatakan adanya hubungan linear antara absorbansi (penyerapan) cahaya dengan konsentrasi suatu zat dalam larutan.
Secara sederhana, cara kerja colorimeter dapat diilustrasikan sebagai berikut:
- Sumber cahaya memancarkan sinar.
- Sinar melewati filter untuk memilih panjang gelombang warna tertentu yang paling banyak diserap oleh sampel.
- Sinar yang telah difilter melewati sampel larutan pewarna.
- Sebagian sinar akan diserap oleh molekul pewarna, dan sisanya akan diteruskan.
- Detektor mengukur intensitas cahaya yang berhasil melewati sampel.
Semakin pekat konsentrasi pewarna dalam sampel, semakin banyak cahaya yang diserap, dan semakin sedikit cahaya yang sampai ke detektor. Hubungan ini dijelaskan dalam rumus Hukum Beer-Lambert: A = εlc, di mana ‘A’ adalah absorbansi, ‘ε’ adalah konstanta molar absorptivitas (unik untuk setiap zat), ‘l’ adalah panjang jalur cahaya, dan ‘c’ adalah konsentrasi. Dengan mengukur absorbansi (A), para analis dapat menghitung konsentrasi (c) secara akurat.[5]
Untuk kebutuhan colorimeter, berikut produk yang direkomendasikan:
Colorimeter
Chlorine Tester
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
Langkah-Langkah Praktis: Mengukur Konsentrasi Pewarna di Laboratorium
Menggunakan colorimeter untuk mendapatkan hasil yang akurat memerlukan prosedur standar. Berikut adalah gambaran umum langkah-langkah yang dilakukan di laboratorium:
- Persiapan Sampel: Sampel makanan padat diekstraksi untuk melarutkan pewarnanya ke dalam cairan. Sampel kemudian diencerkan jika warnanya terlalu pekat.
- Pembuatan Kurva Kalibrasi: Ini adalah langkah paling krusial. Analis membuat serangkaian larutan standar (standard solution) dengan konsentrasi pewarna yang sudah diketahui secara pasti (misalnya 1 ppm, 2 ppm, 5 ppm, dst.).
- Pengukuran Standar: Setiap larutan standar diukur absorbansinya menggunakan colorimeter. Sebelumnya, alat di-nol-kan menggunakan larutan blanko (blank sample), yaitu pelarut murni tanpa pewarna.
- Membuat Grafik: Hasil pengukuran (konsentrasi vs. absorbansi) diplot menjadi sebuah grafik yang disebut kurva kalibrasi. Idealnya, ini akan membentuk garis lurus.
- Pengukuran Sampel Uji: Sampel makanan yang ingin diketahui konsentrasinya kemudian diukur absorbansinya.
- Penentuan Konsentrasi: Dengan membandingkan nilai absorbansi sampel uji pada kurva kalibrasi, analis dapat menentukan konsentrasi pewarna dalam sampel tersebut dengan sangat presisi.
Lebih dari Sekadar Warna: Colorimeter untuk Kontrol Kualitas Pangan
Penggunaan colorimeter dalam industri makanan tidak terbatas pada pengukuran konsentrasi pewarna tambahan. Alat ini adalah instrumen kontrol kualitas (quality control) yang serbaguna. Dengan mengukur warna secara objektif menggunakan sistem ruang warna seperti CIE Lab*, produsen dapat memantau berbagai atribut produk.
- L*: Menunjukkan tingkat kecerahan (0=hitam, 100=putih).
- a*: Menunjukkan spektrum dari hijau (-a) ke merah (+a).
- b*: Menunjukkan spektrum dari biru (-b) ke kuning (+b).
Seorang manajer Quality Assurance di industri minyak goreng mungkin menggunakan colorimeter untuk memantau nilai L dan b. Peningkatan nilai kuning (b) atau penurunan kecerahan (L) pada minyak seiring waktu dapat mengindikasikan proses oksidasi atau penurunan kualitas. Demikian pula, pada industri jus buah, nilai Lab* digunakan untuk memastikan setiap batch produksi memiliki warna yang konsisten, yang berhubungan langsung dengan persepsi kesegaran dan rasa di mata konsumen.
Kesimpulan
Keamanan pewarna makanan adalah isu multifaset yang menuntut perhatian dari semua pihak. Kunci utamanya terletak pada pengetahuan dan kewaspadaan. Kita telah melihat bahwa bahaya tidak hanya datang dari pewarna tekstil ilegal seperti Rhodamin B, tetapi juga dari konsumsi berlebihan pewarna sintetis yang diizinkan.
Peran sentral BPOM dalam menetapkan regulasi yang ketat menjadi fondasi keamanan pangan di Indonesia. Dengan memahami “Red List” (terlarang), “Yellow List” (diizinkan dengan batas), dan “Green List” (alami), kita dapat membuat pilihan yang lebih bijak. Bagi konsumen, kewaspadaan melalui inspeksi visual dan kemampuan membaca label adalah alat pertahanan yang ampuh.
Di balik itu semua, sains dan teknologi seperti colorimetry memberikan kepastian objektif bagi industri dan regulator. Pengukuran yang presisi memastikan bahwa produk yang sampai ke tangan kita tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga aman sesuai standar. Pada akhirnya, keamanan pangan sejati adalah hasil sinergi antara regulasi yang kuat, pengawasan industri yang ketat, dan konsumen yang teredukasi.
Gunakan pengetahuan baru Anda. Mulailah lebih aktif memeriksa label produk, manfaatkan aplikasi “Cek Produk BPOM” sebelum membeli, dan jangan ragu untuk memilih produk dengan warna yang lebih alami. Bagikan informasi dalam artikel ini kepada keluarga dan komunitas Anda untuk bersama-sama menciptakan lingkungan pangan yang lebih aman bagi semua.
Sebagai pemasok dan distributor alat ukur dan uji terkemuka, CV. Java Multi Mandiri memahami pentingnya kontrol kualitas yang presisi dalam industri pangan. Kami melayani klien bisnis dan industri dengan menyediakan instrumen canggih, termasuk colorimeter dan berbagai alat laboratorium lainnya, untuk membantu perusahaan memastikan kepatuhan terhadap regulasi, menjaga konsistensi merek, dan mengoptimalkan operasional produksi. Jika perusahaan Anda membutuhkan solusi untuk meningkatkan standar keamanan dan kualitas pangan, jangan ragu untuk diskusikan kebutuhan perusahaan Anda dengan tim ahli kami.
Disclaimer: This article provides informational content and should not be considered a substitute for professional medical advice or official regulatory guidance. Always consult with a healthcare professional for health concerns and refer to official BPOM sources for the latest regulations.
Rekomendasi Colorimeter
Colorimeter
Chlorine Tester
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
Colorimeter
References
- Hipwee. (N.D.). Bahaya Pewarna Makanan Bagi Kesehatan. Hipwee.com. Retrieved from https://www.hipwee.com/tips/bahaya-pewarna-makanan-bagi-kesehatan/
- Alodokter. (N.D.). Pewarna Makanan yang Diperbolehkan dan Dilarang. Alodokter.com. Retrieved from https://www.alodokter.com/pewarna-makanan-yang-diperbolehkan-dan-dilarang
- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2019). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. JDIH BPOM. Retrieved from https://jdih.pom.go.id/view/peraturan/2019/11/Peraturan%20BPOM%20Nomor%2011%20Tahun%202019.pdf
- Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. (N.D.). Waspada, Begini Cara Mengetahui Makanan dan Minuman yang Mengandung Pewarna Berbahaya. Dinkes Klaten. Retrieved from https://klatentengah.dinkes.klaten.go.id/waspada-begini-cara-mengetahui-makanan-dan-minuman-yang-mengandung-pewarna-berbahaya
- Ramadhani, F. A., & Fisika, J. (N.D.). Studi Analisi Konsentrasi Warna Pada Cairan Pewarna Makanan Dengan Metode Pengukuran Optical Density. Academia.edu. Retrieved from https://www.academia.edu/87525559/Studi_Analisi_Konsentrasi_Warna_Pada_Cairan_Pewarna_Makanan_Dengan_Metode_Pengukuran_Optical_Density

