Panduan QC Pelarut Kimia: Uji Warna & pH di Laboratorium

pH meter dan standar warna APHA di meja laboratorium untuk uji QC pelarut kimia.

Hasil uji yang meragukan? Perubahan warna pelarut yang tidak terduga di gudang? Bagi seorang analis Quality Control (QC), tantangan ini adalah bagian dari rutinitas harian yang menuntut ketelitian tinggi. Masalah utamanya seringkali berakar pada subjektivitas dan kurangnya sistem terintegrasi dalam quality control pelarut kimia. Mengandalkan inspeksi visual atau prosedur yang tidak terstandarisasi membuka pintu bagi inkonsistensi yang dapat merambat ke seluruh proses produksi, menyebabkan kegagalan batch, dan kerugian finansial yang signifikan.

Artikel ini adalah solusinya. Kami menyajikan sebuah panduan definitif yang mengubah pendekatan Anda dari pengujian reaktif menjadi manajemen kualitas proaktif. Ini bukan sekadar daftar metode, melainkan sebuah sistem kerja terintegrasi untuk laboratorium modern. Kita akan membahas fondasi pentingnya QC pelarut, menguasai prosedur uji warna dan pH yang objektif, menangani masalah kritis seperti hasil Out of Specification (OOS), dan akhirnya, membangun sistem monitoring yang tangguh untuk menjamin kualitas setiap tetes pelarut yang Anda gunakan.

  1. Mengapa Monitoring Kualitas Pelarut adalah Kunci di Laboratorium QC?
  2. Parameter Kritis Analisis Pelarut: Standar & Metode Uji

    1. Uji Warna Pelarut: Dari Visual Subjektif ke Data Objektif
    2. Pengujian pH: Memastikan Stabilitas dan Reaktivitas Pelarut
  3. Troubleshooting: Mengatasi Masalah Umum Kualitas Pelarut

    1. Identifikasi Penyebab Perubahan Warna & Kontaminasi
    2. Panduan Investigasi Hasil ‘Out of Specification’ (OOS)
  4. Membangun Sistem QC Proaktif untuk Pelarut Kimia

    1. Merancang Rencana Kontrol Kualitas (Quality Control Plan)
    2. Pentingnya Dokumentasi dan Kepatuhan (ISO 17025)
  5. Kesimpulan
  6. References

Mengapa Monitoring Kualitas Pelarut adalah Kunci di Laboratorium QC?

Di lingkungan industri yang kompetitif, setiap bahan baku adalah mata rantai dalam proses produksi. Pelarut kimia, yang sering dianggap sebagai komoditas, sebenarnya adalah salah satu komponen paling fundamental yang kualitasnya secara langsung memengaruhi integritas produk akhir, akurasi analisis, dan efisiensi operasional. Monitoring kualitas pelarut bukan sekadar tugas checklist di laboratorium QC; ini adalah fungsi bisnis yang krusial.

Konsistensi dari satu batch ke batch berikutnya adalah segalanya. Pelarut yang terkontaminasi atau terdegradasi dapat menyebabkan reaksi samping yang tidak diinginkan, merusak kolom kromatografi yang mahal, atau menghasilkan produk akhir yang gagal memenuhi spesifikasi pelanggan. Menurut prinsip-prinsip Good Manufacturing Practices (GMP), setiap batch bahan baku, termasuk pelarut, harus diuji dan diloloskan sebelum digunakan dalam produksi. Ini adalah garda pertahanan pertama untuk mencegah masalah kualitas yang lebih besar.

Lebih jauh lagi, kompetensi sebuah laboratorium diukur dari kemampuannya menghasilkan data yang andal dan dapat dipercaya secara konsisten. Standar internasional seperti ISO/IEC 17025 menekankan bahwa pengujian yang tervalidasi dan terdokumentasi dengan baik adalah dasar dari sistem manajemen mutu laboratorium. Tanpa program monitoring kualitas pelarut yang solid, sebuah laboratorium tidak dapat menjamin validitas hasil analisisnya.

Seperti yang sering dikatakan oleh para manajer laboratorium berpengalaman, “Mencegah satu batch produksi yang gagal karena pelarut yang buruk dapat menghemat biaya yang jauh lebih besar daripada investasi pada peralatan QC dan waktu pengujian. Ini adalah manajemen risiko yang proaktif, bukan sekadar biaya operasional.”

Dengan memahami pentingnya analisis pelarut kimia, laboratorium QC bertransformasi dari pusat biaya menjadi pusat nilai yang melindungi reputasi dan profitabilitas perusahaan. Untuk membangun fondasi manajemen mutu yang kokoh, memahami OECD Principles of GLP merupakan langkah awal yang sangat baik.

Parameter Kritis Analisis Pelarut: Standar & Metode Uji

Setelah memahami ‘mengapa’, langkah selanjutnya adalah menguasai ‘bagaimana’. Untuk memastikan kualitas pelarut, ada beberapa parameter kritis yang harus diukur secara rutin. Dua di antaranya yang paling fundamental dan sering menjadi indikator awal masalah adalah warna dan pH. Menguasai metode pengujian yang objektif dan terstandarisasi untuk kedua parameter ini adalah keterampilan inti bagi setiap analis QC.

Uji Warna Pelarut: Dari Visual Subjektif ke Data Objektif

Inspeksi visual untuk menentukan apakah pelarut “jernih dan tidak berwarna” adalah praktik umum, namun sangat subjektif. Apa yang terlihat jernih bagi satu analis mungkin tampak sedikit kekuningan bagi yang lain, terutama di bawah kondisi pencahayaan yang berbeda. Di sinilah penggunaan instrumen seperti colorimeter menjadi game-changer. Colorimeter mengubah penilaian warna yang subjektif menjadi data numerik yang objektif, dapat diulang, dan dapat dipertahankan saat audit. Ini memungkinkan penetapan batas Lulus/Gagal yang jelas dan menghilangkan ambiguitas.

Memahami Standar Warna APHA/Pt-Co (ASTM D1209)

Standar industri yang paling umum digunakan untuk mengukur warna cairan bening seperti pelarut adalah skala APHA (American Public Health Association), yang juga dikenal sebagai skala Platinum-Cobalt (Pt-Co) atau Hazen. Standar ini didefinisikan secara resmi dalam ASTM D1209, sebuah metode uji standar internasional.

Menurut standar ASTM D1209, warna pada pelarut adalah “indikasi tingkat pemurnian yang telah dilalui oleh pelarut tersebut atau kebersihan wadah pengiriman atau penyimpanan tempat ia ditangani, atau keduanya”. Skala APHA adalah skala numerik tunggal, biasanya berkisar dari 0 (sangat jernih, setara air murni) hingga 500 (kuning pucat). Semakin rendah nilainya, semakin murni dan bersih pelarut tersebut.

Spesifikasi APHA bervariasi tergantung pada tingkat kemurnian (grade) pelarut dan aplikasinya:

Tingkat Kemurnian Pelarut Spesifikasi APHA Tipikal Aplikasi Umum
Technical Grade < 25 Pembersih industri, sintesis kimia umum
Reagent Grade < 10 Laboratorium analitik, persiapan reagen
HPLC/UV Grade < 5 Kromatografi, spektroskopi

Dengan memahami standar ini, seorang analis dapat secara objektif memverifikasi apakah pelarut yang diterima sesuai dengan Certificate of Analysis (CoA) dari pemasok. Untuk referensi lebih lanjut, Anda dapat meninjau ASTM D1209 Color Standard.

Prosedur Mengukur Warna dengan Colorimeter (Langkah-demi-Langkah)

Menggunakan colorimeter untuk mendapatkan nilai APHA adalah proses yang cepat dan akurat jika dilakukan dengan benar. Berikut adalah prosedur langkah-demi-langkah yang dapat dijadikan acuan.

  1. Persiapan dan Kalibrasi:
    • Nyalakan colorimeter dan biarkan instrumen stabil sesuai petunjuk pabrikan.
    • Lakukan kalibrasi “zero” atau “blank” menggunakan kuvet yang diisi dengan air deionisasi atau air ultra murni. Ini menetapkan titik referensi 0 pada skala APHA. Pastikan kuvet bersih, kering, dan bebas dari goresan atau sidik jari.
  2. Persiapan Sampel:
    • Pastikan sampel pelarut telah mencapai suhu ruangan untuk mencegah kondensasi pada kuvet.
    • Bilas kuvet sampel dengan sedikit sampel pelarut yang akan diuji, lalu buang.
    • Isi kuvet dengan sampel pelarut hingga volume yang direkomendasikan. Hindari gelembung udara.
  3. Pengukuran:
    • Masukkan kuvet sampel ke dalam kompartemen pengukuran colorimeter, pastikan orientasinya benar.
    • Tutup penutup kompartemen untuk mencegah cahaya dari luar mengganggu pengukuran.
    • Mulai pengukuran sesuai instruksi pada instrumen.
  4. Interpretasi Hasil:
    • Catat hasil yang ditampilkan di layar. Instrumen modern dapat langsung menampilkan nilai dalam skala APHA/Pt-Co. Jika instrumen menampilkan nilai dalam sistem lain (misalnya, CIELAB Lab*), pastikan Anda menggunakan korelasi yang benar untuk mengonversinya.
    • Bandingkan hasil dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam rencana kontrol kualitas Anda.

Kesalahan Umum yang Harus Dihindari:

  • Kuvet Kotor atau Tergores: Goresan atau kotoran pada kuvet dapat menyebarkan cahaya dan menyebabkan hasil pengukuran yang salah (lebih tinggi).
  • Gelembung Udara: Gelembung dalam sampel akan mengganggu jalur cahaya dan menghasilkan pembacaan yang tidak akurat.
  • Kalibrasi yang Tidak Tepat: Menggunakan air deionisasi yang terkontaminasi sebagai blanko akan menyebabkan semua hasil pengukuran menjadi tidak valid.
  • Suhu Sampel: Mengukur sampel yang dingin dapat menyebabkan pengembunan di bagian luar kuvet, yang secara signifikan memengaruhi hasil.

Pengujian pH: Memastikan Stabilitas dan Reaktivitas Pelarut

pH, atau tingkat keasaman/kebasaan, adalah parameter kritis lainnya. Meskipun banyak pelarut bersifat netral, perubahan pH bisa menjadi indikator kuat adanya kontaminasi (misalnya, asam atau basa dari proses sebelumnya) atau degradasi kimia pelarut itu sendiri. Dalam banyak aplikasi industri, pH pelarut yang tidak terkontrol dapat mengganggu reaksi kimia, menyebabkan korosi pada peralatan, atau memengaruhi stabilitas formulasi produk akhir.

Prosedur Pengujian pH dengan pH Meter (Sesuai GLP)

Untuk pengukuran pH yang akurat dan dapat diandalkan, penggunaan pH meter dengan elektroda adalah metode standar emas. Prosedur ini harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Good Laboratory Practice (GLP) untuk memastikan ketertelusuran dan validitas data.

  1. Kalibrasi Multi-Titik: Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi. Kalibrasi tiga titik (misalnya, menggunakan larutan buffer standar pH 4.01, 7.00, dan 10.01) sangat direkomendasikan untuk memastikan akurasi di seluruh rentang pengukuran. Dokumentasikan setiap kalibrasi dalam logbook instrumen.
  2. Pembilasan Elektroda: Bilas elektroda pH secara menyeluruh dengan air deionisasi dan keringkan dengan hati-hati menggunakan kertas tisu bersih (jangan digosok, cukup sentuhkan perlahan) sebelum dan sesudah setiap pengukuran. Ini untuk mencegah kontaminasi silang antara larutan buffer dan sampel.
  3. Pengukuran Sampel: Celupkan elektroda ke dalam sampel pelarut. Aduk perlahan untuk memastikan sampel homogen.
  4. Stabilisasi Pembacaan: Tunggu hingga pembacaan pada layar pH meter stabil. Pembacaan yang terus “melayang” bisa menandakan masalah pada elektroda atau sifat sampel itu sendiri. Catat nilai pH dan suhu, karena pH dipengaruhi oleh suhu.
  5. Penyimpanan Elektroda: Setelah selesai, bilas kembali elektroda dan simpan dalam larutan penyimpanan yang direkomendasikan pabrikan untuk menjaga agar elektroda tetap terhidrasi dan responsif.

Catatan Penting: Mengukur pH pada pelarut non-air (non-aqueous) atau pelarut dengan kandungan air rendah dapat menjadi tantangan. Pelarut ini memiliki konduktivitas ionik yang rendah, yang dapat menyebabkan pembacaan tidak stabil. Dalam kasus seperti ini, mungkin diperlukan elektroda pH khusus yang dirancang untuk pelarut organik atau penambahan elektrolit pendukung.

Kapan Menggunakan Kertas Indikator? Kelebihan & Keterbatasan

Kertas indikator pH (seperti kertas lakmus) berguna untuk pemeriksaan cepat dan kasar, tetapi tidak boleh digunakan untuk analisis QC formal. Penting untuk memahami kapan metode ini cukup dan kapan pengukuran presisi dengan pH meter adalah suatu keharusan.

Fitur pH Meter Kertas Indikator pH
Akurasi Sangat Tinggi (±0.01 unit pH) Rendah (±0.5 hingga ±1.0 unit pH)
Kasus Penggunaan QC/R&D, rilis batch, investigasi OOS Pemeriksaan lapangan, monitoring proses kasar, edukasi
Biaya Investasi awal lebih tinggi Sangat rendah per tes
Keterampilan Membutuhkan pelatihan (kalibrasi, perawatan) Sangat mudah digunakan

Singkatnya, gunakan kertas indikator untuk mendapatkan perkiraan cepat di lapangan, tetapi selalu andalkan pH meter yang terkalibrasi dengan benar untuk semua keputusan kualitas yang kritis di laboratorium.

Troubleshooting: Mengatasi Masalah Umum Kualitas Pelarut

Bahkan dengan program pengujian yang baik, masalah kualitas akan muncul. Kunci untuk mengelolanya secara efektif adalah memiliki pendekatan yang terstruktur untuk mendiagnosis dan menyelesaikan masalah. Bagian ini berfungsi sebagai panduan troubleshooting praktis untuk masalah yang paling sering dihadapi oleh analis QC.

Identifikasi Penyebab Perubahan Warna & Kontaminasi

Ketika pelarut yang seharusnya jernih tiba-tiba menunjukkan warna kekuningan, ini adalah tanda bahaya yang jelas. Perubahan warna hampir selalu merupakan gejala dari masalah yang lebih dalam, seperti degradasi kimia atau kontaminasi. Penyebab umumnya meliputi:

  • Oksidasi: Paparan udara (oksigen) dalam waktu lama dapat mengoksidasi beberapa senyawa dalam pelarut, menghasilkan produk sampingan berwarna.
  • Degradasi Akibat Cahaya (UV): Beberapa pelarut tidak stabil jika terkena sinar matahari langsung atau cahaya UV, yang dapat memicu reaksi degradasi. Inilah sebabnya banyak pelarut disimpan dalam botol berwarna amber atau gelap.
  • Kontaminasi dari Wadah: Penyimpanan dalam wadah yang tidak sesuai atau kotor dapat menyebabkan bahan kimia dari wadah larut ke dalam pelarut.
  • Kontaminasi Silang (Cross-Contamination): Penggunaan peralatan transfer (pompa, selang) yang tidak bersih dapat memasukkan sisa pelarut lain atau bahan kimia ke dalam wadah.
  • Ketidakstabilan Intrinsik: Beberapa pelarut, seperti Tetrahidrofuran (THF), secara alami dapat membentuk peroksida yang tidak stabil dan berpotensi berbahaya seiring waktu, yang terkadang disertai dengan perubahan warna.

Untuk mencegah masalah ini, praktik penyimpanan yang benar sangat penting: simpan pelarut di area yang sejuk, kering, dan berventilasi baik, jauh dari sinar matahari langsung, dan dalam wadah yang tertutup rapat dan sesuai.

Panduan Investigasi Hasil ‘Out of Specification’ (OOS)

Menerima hasil tes yang berada di luar batas spesifikasi yang ditetapkan (Out of Specification atau OOS) adalah salah satu situasi paling kritis di laboratorium QC. Menanganinya secara serampangan dapat menyebabkan penolakan batch yang tidak perlu atau, lebih buruk lagi, meloloskan material cacat ke produksi.

Regulator industri seperti U.S. Food and Drug Administration (FDA) memiliki panduan yang sangat ketat untuk proses ini. Menurut FDA,

“peraturan mengharuskan dilakukannya investigasi setiap kali hasil tes OOS diperoleh… Investigasi diperlukan untuk menentukan apakah hasil tersebut terkait dengan batch lain dari produk obat yang sama atau produk lain, bahkan jika batch tersebut ditolak berdasarkan hasil OOS”

Pendekatan terstruktur adalah suatu keharusan. Untuk panduan yang paling komprehensif dan diakui secara global, laboratorium dapat merujuk pada FDA Guidance on OOS Investigations.

Langkah Awal: Karantina, Dokumentasi, dan Verifikasi Ulang

Saat hasil OOS pertama kali teridentifikasi, langkah-langkah berikut harus segera diambil:

  1. Karantina Material: Segera beri label dan pisahkan secara fisik seluruh batch pelarut yang terkait untuk mencegah penggunaan yang tidak disengaja.
  2. Dokumentasi Awal: Catat semua informasi yang relevan: hasil OOS, nomor batch, tanggal pengujian, analis yang melakukan, instrumen yang digunakan, dan metode pengujian.
  3. Verifikasi Laboratorium (Fase 1): Lakukan investigasi awal untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium yang jelas. Periksa perhitungan, parameter instrumen, validitas kalibrasi, dan prosedur yang digunakan.
  4. Pengujian Ulang (Re-testing): Jika tidak ada kesalahan yang jelas, lakukan pengujian ulang. Sangat penting untuk menggunakan sampel retensi (sampel asli yang disimpan) jika memungkinkan, untuk memastikan pengujian dilakukan pada material yang sama. Pengujian ulang oleh analis yang berbeda dapat membantu mengidentifikasi bias atau kesalahan teknik.

Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis)

Jika pengujian ulang mengkonfirmasi hasil OOS, investigasi penuh harus diluncurkan untuk menemukan akar masalah (Root Cause Analysis – RCA). Tujuannya adalah untuk menjawab “mengapa” masalah ini terjadi, bukan hanya “apa” masalahnya. Beberapa alat RCA sederhana yang efektif di lingkungan laboratorium meliputi:

  • 5 Whys: Teknik bertanya “mengapa” secara berulang (biasanya lima kali) untuk menggali lebih dalam dari gejala ke penyebab utama.
    • Contoh: Hasil APHA tinggi. Mengapa? Sampel berwarna kuning. Mengapa? Terjadi oksidasi. Mengapa? Tutup drum tidak tertutup rapat. Mengapa? Prosedur penutupan wadah tidak diikuti. Mengapa? Kurangnya pelatihan. (Akar Masalah: Pelatihan).
  • Diagram Tulang Ikan (Ishikawa): Memetakan semua kemungkinan penyebab masalah ke dalam kategori utama seperti Manusia, Metode, Mesin, Material, Pengukuran, dan Lingkungan untuk analisis yang lebih terstruktur.

Setelah akar masalah diidentifikasi—apakah itu kesalahan pengambilan sampel, masalah pada proses manufaktur pemasok, atau kondisi penyimpanan yang tidak tepat—tindakan korektif dan pencegahan (CAPA) dapat diterapkan untuk mencegah terulangnya masalah di masa depan.

Membangun Sistem QC Proaktif untuk Pelarut Kimia

Mengatasi masalah saat terjadi itu penting, tetapi tujuan akhir dari laboratorium QC kelas dunia adalah mencegah masalah tersebut terjadi sejak awal. Ini dicapai dengan membangun sistem manajemen kualitas yang proaktif, bukan reaktif. Sistem ini didasarkan pada perencanaan yang cermat, dokumentasi yang ketat, dan kepatuhan terhadap standar internasional.

Merancang Rencana Kontrol Kualitas (Quality Control Plan)

Setiap jenis pelarut yang digunakan di fasilitas Anda harus memiliki Rencana Kontrol Kualitas (QC Plan) yang terdokumentasi. Dokumen ini berfungsi sebagai cetak biru untuk semua aktivitas QC yang terkait dengan material tersebut. QC Plan yang komprehensif harus mencakup:

  • Parameter Uji Kritis: Daftar semua pengujian yang harus dilakukan (misalnya, Warna APHA, pH, Kemurnian dengan GC, Kadar Air dengan Karl Fischer).
  • Metode Uji: Referensi ke nomor SOP (Standard Operating Procedure) spesifik untuk setiap pengujian.
  • Spesifikasi dan Batas Penerimaan: Nilai atau rentang yang jelas untuk setiap parameter yang mendefinisikan kriteria Lulus/Gagal.
  • Frekuensi Pengujian: Kapan pengujian harus dilakukan (misalnya, pada setiap penerimaan kiriman, pengujian ulang tahunan untuk stok lama, sebelum digunakan dalam batch kritis).
  • Tindakan untuk Hasil OOS: Referensi ke prosedur investigasi OOS yang harus diikuti jika hasil tidak memenuhi spesifikasi.

Dengan adanya QC Plan, setiap analis memiliki panduan yang jelas, memastikan konsistensi dalam pengujian tidak peduli siapa yang melakukannya.

Pentingnya Dokumentasi dan Kepatuhan (ISO 17025)

Fondasi dari setiap sistem kualitas yang kuat adalah dokumentasi yang teliti. Dalam konteks laboratorium, ini berarti lebih dari sekadar mencatat hasil. Standar global untuk kompetensi laboratorium, ISO/IEC 17025, menetapkan kerangka kerja untuk memastikan operasi yang konsisten dan hasil yang valid secara teknis.

Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ISO 17025 menunjukkan komitmen laboratorium terhadap kualitas tertinggi. Ini mencakup:

  • Dokumentasi Terkendali: Memastikan bahwa semua personel menggunakan versi terbaru dari SOP, metode pengujian, dan QC Plan.
  • Catatan yang Dapat Ditelusuri: Menyimpan catatan lengkap dari semua pengujian, kalibrasi instrumen, pemeliharaan, dan pelatihan personel. Setiap hasil tes harus dapat ditelusuri kembali ke analis, tanggal, instrumen, dan standar yang digunakan.
  • Bukti Kompetensi: Dokumentasi bukan hanya birokrasi; ini adalah bukti objektif bahwa laboratorium beroperasi secara kompeten, tidak memihak, dan konsisten. Ini sangat penting selama audit oleh regulator atau pelanggan.

Dengan menerapkan sistem dokumentasi yang solid, laboratorium tidak hanya memenuhi persyaratan standar tetapi juga membangun basis data historis yang sangat berharga untuk analisis tren, optimasi proses, dan investigasi masalah di masa depan.

Kesimpulan

Mengelola kualitas pelarut kimia di laboratorium QC modern jauh melampaui sekadar melakukan pengujian rutin. Ini adalah pergeseran fundamental dari pemeriksaan visual yang subjektif ke pengukuran berbasis data yang objektif menggunakan instrumen seperti colorimeter dan pH meter. Ini tentang memiliki prosedur standar yang kokoh untuk setiap analisis dan, yang terpenting, memiliki proses yang terstruktur dan dapat dipertahankan seperti yang diuraikan oleh FDA untuk menangani hasil Out of Specification (OOS) yang tak terhindarkan.

Dengan menerapkan metode-metode ini dalam kerangka kerja sistem yang proaktif—didorong oleh Rencana Kontrol Kualitas yang jelas dan prinsip-prinsip standar internasional seperti ISO 17025—sebuah laboratorium dapat secara efektif menjamin kualitas, mencegah kesalahan produksi yang mahal, dan beroperasi dengan tingkat kepercayaan dan profesionalisme tertinggi. Pada akhirnya, ini adalah tentang memastikan bahwa setiap analisis yang Anda lakukan dan setiap produk yang Anda bantu ciptakan dibangun di atas fondasi kualitas yang tak tergoyahkan.

Sebagai supplier dan distributor alat ukur dan uji terkemuka, CV. Java Multi Mandiri memahami tantangan yang dihadapi oleh laboratorium industri. Kami berspesialisasi dalam melayani klien bisnis dan aplikasi industri, menyediakan instrumen yang andal dan akurat untuk membantu perusahaan mengoptimalkan operasi dan memenuhi kebutuhan peralatan komersial mereka. Jika Anda ingin meningkatkan kapabilitas quality control di fasilitas Anda, kami siap menjadi mitra Anda. Silakan diskusikan kebutuhan perusahaan Anda dengan tim ahli kami hari ini.

Disclaimer: This article provides informational guidance for trained laboratory professionals. Always follow your institution’s specific Safety Data Sheets (SDS) and Standard Operating Procedures (SOPs) when handling chemicals.

References

  1. U.S. Food and Drug Administration (FDA). (2006). Guidance for Industry: Investigating Out-of-Specification (OOS) Test Results for Pharmaceutical Production. Center for Drug Evaluation and Research (CDER). Retrieved from https://www.fda.gov/media/71001/download
  2. ASTM International. (2000). ASTM D1209 – 00: Standard Test Method for Color of Clear Liquids (Platinum-Cobalt Scale). Retrieved from http://file.yizimg.com/175706/2011123014302520.pdf
  3. International Organization for Standardization (ISO). (2017). ISO/IEC 17025:2017 – General requirements for the competence of testing and calibration laboratories. Retrieved from https://www.iso.org/standard/66912.html