Panduan Kontrol Kadar Gula Fermentasi Etanol Bioenergi

Refractometer mengukur kadar gula dalam larutan untuk kontrol fermentasi etanol bioenergi.

Hasil produksi bioetanol yang tidak konsisten? Proses fermentasi yang sering melambat atau bahkan macet total? Bagi produsen bioenergi, masalah ini bukan hanya kendala teknis, tetapi juga kerugian finansial yang signifikan. Akar dari banyak masalah ini seringkali terletak pada satu variabel yang paling krusial namun sering terabaikan: kontrol kadar gula yang presisi. Kadar gula adalah bahan bakar utama bagi ragi, dan pengelolaannya yang tepat adalah kunci untuk membuka potensi hasil yang maksimal.

Artikel ini adalah playbook definitif Anda. Kami akan memandu Anda secara sistematis, mulai dari teori dasar fermentasi hingga aplikasi praktis di lapangan. Anda akan belajar bagaimana menguasai pengukuran kadar gula menggunakan refractometer, alat esensial untuk mengubah proses yang penuh tebakan menjadi operasi yang terkontrol, efisien, dan sangat produktif. Bersiaplah untuk memaksimalkan setiap batch produksi bioenergi Anda.

  1. Mengapa Kontrol Kadar Gula Sangat Penting dalam Produksi Bioetanol?
    1. Dampak Langsung Kadar Gula pada Hasil Akhir Etanol
    2. Mengenal Stres Osmotik: Musuh Utama Ragi
  2. Prinsip Dasar Fermentasi Etanol yang Efisien
    1. Faktor Kunci Sukses: Suhu, pH, dan Nutrisi
    2. Peran Vital Ragi (Yeast) dan Pemilihannya
  3. Panduan Lengkap Menggunakan Refractometer untuk Fermentasi
    1. Memilih Alat Ukur yang Tepat: Refractometer vs. Hidrometer
    2. Langkah-demi-Langkah: Cara Mengukur Kadar Gula Awal
    3. Peringatan Kritis: Koreksi Pembacaan Brix Setelah Fermentasi
  4. Strategi Optimasi dan Quality Control (QC) Proses Fermentasi
    1. Menentukan Kadar Gula Awal yang Optimal
    2. Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengukuran
    3. Teknik Lanjutan: Fermentasi Very High Gravity (VHG)
  5. Troubleshooting: Mengatasi Masalah Umum Fermentasi Etanol
    1. Diagnosis Masalah: Fermentasi Lambat atau Macet
    2. Penyebab Umum dan Solusinya
  6. Kesimpulan: Dari Menebak-nebak Menuju Penguasaan Proses
  7. Referensi

Mengapa Kontrol Kadar Gula Sangat Penting dalam Produksi Bioetanol?

Dalam proses produksi bioetanol, konsentrasi gula bukan sekadar angka—ia adalah penentu utama keberhasilan. Mengelola parameter ini secara akurat adalah fondasi dari efisiensi, konsistensi, dan pada akhirnya, profitabilitas. Hubungan antara kadar gula, kesehatan ragi, dan hasil akhir etanol bersifat langsung dan tidak bisa ditawar. Mengabaikannya berarti membiarkan potensi keuntungan menguap begitu saja.

Dampak Langsung Kadar Gula pada Hasil Akhir Etanol

Secara ilmiah, kadar gula awal dalam mash (campuran bahan baku) adalah substrat yang akan diubah oleh ragi menjadi etanol. Jumlah gula yang tersedia secara langsung menentukan potensi teoritis hasil etanol yang bisa didapatkan. Sederhananya:

  • Gula Terlalu Sedikit: Ragi akan kehabisan “makanan” terlalu cepat, menghentikan proses fermentasi sebelum waktunya dan menghasilkan volume etanol yang rendah dan tidak ekonomis.
  • Gula Terlalu Banyak: Meskipun terdengar ideal, konsentrasi gula yang berlebihan justru menciptakan lingkungan yang beracun bagi ragi, menyebabkan masalah serius yang akan kita bahas selanjutnya.

Sebagai acuan, hasil etanol teoritis adalah sekitar 0,51 gram etanol untuk setiap gram glukosa yang difermentasi. Mencapai angka mendekati teoritis ini memerlukan titik awal konsentrasi gula yang optimal. Ada sebuah titik di mana penambahan gula lebih lanjut tidak lagi meningkatkan hasil secara proporsional, bahkan justru menurunkannya—ini dikenal sebagai point of diminishing returns. Mengidentifikasi dan menargetkan konsentrasi optimal ini adalah langkah pertama menuju optimasi proses.

Mengenal Stres Osmotik: Musuh Utama Ragi

Ketika konsentrasi gula dalam mash terlalu tinggi, sebuah fenomena bernama stres osmotik terjadi. Bayangkan bagaimana garam yang ditaburkan pada sayuran akan menarik air keluar dari sel-selnya; hal yang sama terjadi pada sel ragi. Lingkungan dengan kadar gula sangat tinggi menciptakan tekanan osmotik yang “menghisap” air dari dalam sel ragi.

Akibatnya, sel ragi mengalami dehidrasi, metabolismenya melambat drastis, dan kemampuannya untuk mengubah gula menjadi etanol terhambat secara signifikan. Dalam kasus ekstrem, sel ragi bisa mati sebelum menyelesaikan tugasnya. Inilah yang menyebabkan “fermentasi macet” (stuck fermentation)—sebuah kondisi di mana proses berhenti total, meninggalkan mash yang masih manis dengan kadar alkohol rendah.

Sebuah studi dalam jurnal Fermentation menyoroti tantangan ini, terutama dalam fermentasi Very High Gravity (VHG) yang menggunakan konsentrasi gula tinggi. Para peneliti menyatakan, “…di bawah kondisi VHG, ragi mengalami berbagai tekanan karena… stres osmotik, dan peningkatan konsentrasi etanol”[1]. Memahami dan mencegah stres osmotik adalah kunci untuk menjaga “mesin” fermentasi Anda tetap berjalan pada performa puncak.

Prinsip Dasar Fermentasi Etanol yang Efisien

Untuk mengontrol proses, kita harus terlebih dahulu memahami sains di baliknya. Fermentasi etanol adalah proses biokimia di mana mikroorganisme, biasanya ragi, mengubah gula menjadi etanol dan karbon dioksida dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen). Proses ini dapat diringkas dalam persamaan kimia berikut:

C6H12O6 (Glukosa) → 2 C2H5OH (Etanol) + 2 CO2 (Karbon Dioksida)

Menguasai proses ini berarti mengelola lingkungan tempat reaksi ini terjadi untuk memaksimalkan produksi etanol dan meminimalkan produk sampingan yang tidak diinginkan. Untuk pemahaman lebih dalam mengenai ilmu dasar produksi bioetanol, USDA Review of Bioethanol Production menyediakan tinjauan ilmiah yang komprehensif.

Faktor Kunci Sukses: Suhu, pH, dan Nutrisi

Ragi adalah organisme hidup yang sangat sensitif terhadap lingkungannya. Tiga faktor utama yang harus dikontrol secara ketat untuk memastikan ragi bekerja secara efisien adalah suhu, pH, dan ketersediaan nutrisi.

  • Suhu: Suhu optimal untuk Saccharomyces cerevisiae, ragi yang paling umum digunakan, biasanya antara 28°C dan 35°C. Suhu yang terlalu rendah akan memperlambat metabolisme ragi secara drastis, sementara suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan stres dan bahkan membunuh ragi.
  • pH: Rentang pH ideal untuk fermentasi etanol yang efisien umumnya antara 4,5 dan 5,5. Tingkat keasaman yang tepat tidak hanya mendukung kesehatan ragi tetapi juga membantu menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan yang dapat bersaing memperebutkan gula dan menghasilkan asam yang tidak diinginkan.
  • Nutrisi: Selain gula, ragi juga membutuhkan nutrisi lain seperti nitrogen, vitamin, dan mineral untuk tumbuh dan bereproduksi. Bahan baku tertentu mungkin kekurangan nutrisi ini, sehingga penambahan suplemen nutrisi ragi mungkin diperlukan untuk mencegah fermentasi yang lambat atau macet.

Seperti yang ditekankan dalam sebuah ulasan di Biochemistry and Biophysics Reports, “Produksi bioetanol selama fermentasi bergantung pada beberapa faktor seperti suhu, konsentrasi gula, pH, waktu fermentasi…”[2]. Mengontrol parameter-parameter ini adalah dasar dari setiap program kontrol kualitas yang sukses.

Peran Vital Ragi (Yeast) dan Pemilihannya

Jika gula adalah bahan bakar, maka ragi adalah mesinnya. Pemilihan strain ragi yang tepat sangat krusial dan harus disesuaikan dengan kondisi spesifik proses Anda. Pertimbangkan faktor-faktor berikut:

  • Bahan Baku: Beberapa strain ragi lebih efisien dalam memfermentasi jenis gula tertentu yang ditemukan dalam bahan baku yang berbeda (misalnya, sukrosa dari tebu vs. glukosa dari pati jagung).
  • Toleransi Alkohol: Setiap strain memiliki batas toleransi alkohol yang berbeda. Jika target Anda adalah konsentrasi etanol yang tinggi, Anda memerlukan ragi yang dapat bertahan hidup di lingkungan tersebut.
  • Toleransi Stres: Untuk fermentasi dengan kadar gula awal yang tinggi (high-gravity fermentation), sangat penting untuk memilih high-gravity yeasts. Strain ini telah dikembangbiakkan secara khusus untuk lebih tahan terhadap stres osmotik dan konsentrasi etanol yang tinggi.

Wawasan Ahli:

“Memilih strain ragi yang tepat bukan hanya soal preferensi, ini adalah keputusan rekayasa proses. Strain yang salah dapat menjadi titik kegagalan utama, tidak peduli seberapa sempurna Anda mengontrol parameter lainnya. Strain yang tepat akan bekerja lebih cepat, lebih efisien, dan memberikan hasil yang lebih tinggi dalam kondisi operasional yang Anda targetkan.”

– Ahli Mikrobiologi Industri


Panduan Lengkap Menggunakan Refractometer untuk Fermentasi

Mengukur adalah langkah pertama untuk mengontrol. Dalam produksi bioetanol, refractometer adalah alat yang cepat, efisien, dan tak ternilai untuk memantau kadar gula. Bagian ini adalah panduan praktis Anda untuk menguasai penggunaannya, mulai dari pemilihan alat hingga interpretasi data yang akurat. Untuk contoh panduan laboratorium praktis, Iowa State’s Ethanol Fermentation Lab Guide menawarkan wawasan yang bermanfaat.

Untuk kebutuhan refractometer, berikut produk yang direkomendasikan:

Memilih Alat Ukur yang Tepat: Refractometer vs. Hidrometer

Dua alat yang paling umum digunakan untuk mengukur kadar gula adalah refractometer dan hidrometer. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan memahami perbedaannya sangat penting untuk aplikasi yang tepat.

Fitur Refractometer Hidrometer
Prinsip Kerja Mengukur pembiasan cahaya (indeks refraksi) Mengukur kepadatan cairan (gravitasi spesifik)
Ukuran Sampel Sangat kecil (beberapa tetes) Besar (membutuhkan cukup cairan untuk mengapung)
Kecepatan Sangat cepat (beberapa detik) Lebih lambat (membutuhkan stabilisasi)
Ketahanan Umumnya lebih tahan lama (terutama digital) Sangat rapuh (terbuat dari kaca)
Pengaruh Alkohol Sangat terpengaruh. Membutuhkan koreksi setelah fermentasi dimulai. Kurang terpengaruh, tetapi tetap membutuhkan kalkulasi untuk ABV.
Ideal Untuk Pengukuran cepat sebelum fermentasi dan pemantauan cepat selama proses (dengan koreksi). Pengukuran gravitasi akhir yang lebih akurat setelah fermentasi.

Untuk kontrol proses yang cepat dan efisien di lantai produksi, terutama untuk memeriksa mash awal, refractometer adalah pilihan yang unggul karena kecepatan dan kebutuhan sampel yang minimal.

Langkah-demi-Langkah: Cara Mengukur Kadar Gula Awal

Menggunakan refractometer untuk mengukur kadar gula mash sebelum fermentasi dimulai adalah proses yang sederhana namun memerlukan ketelitian.

  1. Kalibrasi: Ini adalah langkah paling penting. Letakkan beberapa tetes air suling (distilled water) di atas prisma refractometer. Tutup penutupnya dan lihat melalui lensa. Pembacaan harus tepat di angka 0 pada skala Brix. Jika tidak, putar sekrup kalibrasi hingga garis biru dan putih bertemu tepat di angka nol.
  2. Bersihkan Prisma: Setelah kalibrasi, bersihkan prisma dengan kain mikrofiber yang lembut dan kering. Pastikan tidak ada sisa air atau kotoran.
  3. Ambil Sampel: Ambil sampel mash Anda. Pastikan sampel tersebut representatif dan bebas dari partikel padat besar yang dapat menggores prisma. Biarkan sampel mencapai suhu ruangan jika memungkinkan.
  4. Teteskan Sampel: Gunakan pipet untuk meneteskan 2-3 tetes sampel ke permukaan prisma.
  5. Tutup dan Baca: Tutup penutup prisma dengan hati-hati. Ini akan menyebarkan cairan secara merata. Arahkan refractometer ke sumber cahaya dan lihat melalui lensa. Garis di mana area biru dan putih bertemu menunjukkan pembacaan kadar gula Anda dalam satuan Brix (°Bx).
  6. Bersihkan Segera: Setelah selesai, segera bersihkan prisma dan penutupnya dengan air dan keringkan dengan kain lembut untuk mencegah sisa gula mengering dan memengaruhi pengukuran berikutnya.

Peringatan Kritis: Koreksi Pembacaan Brix Setelah Fermentasi

Ini adalah kesalahan paling umum dan paling fatal saat menggunakan refractometer dalam proses fermentasi. Pembacaan Brix dari refractometer menjadi tidak akurat setelah fermentasi dimulai.

Mengapa? Refractometer bekerja dengan mengukur bagaimana cahaya dibiaskan saat melewati cairan. Gula dalam air meningkatkan indeks refraksi. Namun, etanol, produk dari fermentasi, memiliki indeks refraksi yang lebih rendah daripada air. Kehadiran etanol akan “menipu” refractometer, membuatnya menunjukkan pembacaan Brix yang lebih tinggi dari kadar gula sebenarnya yang tersisa.

Jika Anda mengukur mash yang sedang berfermentasi dan melihat pembacaan 8 Brix, kadar gula sebenarnya mungkin jauh lebih rendah. Tanpa koreksi, Anda bisa salah menyimpulkan bahwa fermentasi macet, padahal sebenarnya hampir selesai.

Untuk mendapatkan data yang akurat, Anda harus menggunakan kalkulator online atau rumus koreksi yang memperhitungkan pembacaan Brix awal dan pembacaan Brix saat ini untuk memperkirakan kadar gula yang sebenarnya dan kandungan alkohol. Selalu gunakan alat koreksi ini untuk setiap pengukuran yang dilakukan setelah ragi ditambahkan.

Strategi Optimasi dan Quality Control (QC) Proses Fermentasi

Data pengukuran hanya berharga jika diubah menjadi tindakan. Dengan menggunakan refractometer secara konsisten, Anda dapat menerapkan strategi optimasi dan kontrol kualitas (QC) yang sistematis untuk memastikan setiap batch mencapai potensi maksimalnya. Tujuannya adalah untuk menghasilkan bioetanol yang memenuhi standar industri, seperti SNI 7390-2012 atau ASTM D4806. Untuk panduan komprehensif tentang seluruh proses produksi, NREL’s Guide to Small-Scale Ethanol Production adalah sumber daya yang sangat baik.

Menentukan Kadar Gula Awal yang Optimal

Berdasarkan penelitian dan praktik industri, konsentrasi gula awal yang optimal untuk banyak strain ragi adalah antara 18-25 Brix. Rentang ini cukup tinggi untuk menghasilkan volume etanol yang baik, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga menyebabkan stres osmotik yang parah.

  • Jika Brix Terlalu Tinggi: Encerkan mash dengan menambahkan air yang telah diolah. Lakukan secara bertahap dan ukur kembali hingga mencapai rentang target.
  • Jika Brix Terlalu Rendah: Anda mungkin perlu menambahkan lebih banyak substrat gula atau menyesuaikan volume batch untuk mencapai konsentrasi yang diinginkan.

Menargetkan rentang Brix awal yang konsisten untuk setiap batch adalah pilar pertama dari program QC yang efektif.

Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengukuran

Untuk memastikan konsistensi dan akurasi, ubah proses pengukuran Anda menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diikuti oleh semua teknisi.

Contoh SOP Pengukuran Brix Awal:

  1. Verifikasi Kalibrasi: Sebelum memulai pengukuran batch, kalibrasi refractometer menggunakan air suling. Catat verifikasi dalam log.
  2. Pengambilan Sampel: Ambil 100ml sampel dari tangki mash setelah agitasi menyeluruh untuk memastikan sampel representatif.
  3. Stabilisasi Suhu: Biarkan sampel mencapai suhu ruangan (20-25°C) selama 10 menit.
  4. Pengukuran: Lakukan tiga pengukuran terpisah dari sampel yang sama. Bersihkan prisma di antara setiap pengukuran.
  5. Pencatatan: Catat ketiga pembacaan dan nilai rata-ratanya dalam log batch. Jika ada perbedaan lebih dari 0.2 Brix antar pengukuran, ulangi proses.
  6. Tindakan: Jika Brix rata-rata di luar rentang target (18-25 Brix), laporkan kepada supervisor untuk tindakan korektif (pengenceran/penyesuaian).

Wawasan Ahli:

“Konsistensi adalah segalanya dalam produksi skala industri. SOP yang ketat untuk pengukuran menghilangkan variabel manusia. Ketika setiap teknisi mengukur dengan cara yang sama setiap saat, data yang Anda kumpulkan menjadi andal dan dapat ditindaklanjuti, memungkinkan Anda untuk benar-benar mengoptimalkan proses, bukan hanya bereaksi terhadap masalah.”

– Manajer Pabrik Bioenergi


Teknik Lanjutan: Fermentasi Very High Gravity (VHG)

Untuk produsen yang lebih mahir, teknik Very High Gravity (VHG) menawarkan potensi untuk meningkatkan konsentrasi etanol akhir dan mengurangi biaya energi untuk distilasi. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh NCBI, “Fermentasi Very High Gravity (VHG) menggunakan konsentrasi gula yang tinggi… yang menghasilkan konsentrasi etanol yang lebih tinggi”[3].

Namun, VHG secara signifikan meningkatkan risiko stres osmotik dan toksisitas etanol. Keberhasilan dengan VHG menuntut kontrol yang lebih ketat terhadap semua parameter. Studi yang sama mencatat bahwa karena transportasi beberapa nutrisi ke dalam sel ragi dipengaruhi oleh konsentrasi H+ (pH), maka pH juga sangat memengaruhi produksi etanol dalam kondisi VHG3]. Ini berarti pemilihan strain ragi yang sangat toleran, manajemen nutrisi yang cermat, dan [kontrol pH yang presisi menjadi lebih krusial dari sebelumnya.

Troubleshooting: Mengatasi Masalah Umum Fermentasi Etanol

Bahkan dengan kontrol terbaik sekalipun, masalah bisa saja muncul. Memiliki pendekatan sistematis untuk troubleshooting dapat menghemat waktu, bahan baku, dan biaya. Gunakan alur diagnostik berikut untuk mengidentifikasi akar masalah dengan cepat.

Diagnosis Masalah: Fermentasi Lambat atau Macet

Gejala utama fermentasi yang bermasalah meliputi:

  • Aktivitas gelembung CO2 yang sangat lambat atau tidak ada sama sekali setelah fase awal.
  • Pembacaan Brix atau gravitasi spesifik tidak berubah secara signifikan selama 24-48 jam.
  • Setelah fermentasi seharusnya selesai, cairan masih terasa sangat manis, menandakan sisa gula yang tinggi dan kadar alkohol yang rendah.
  • Munculnya aroma aneh atau asam, yang bisa menjadi tanda kontaminasi bakteri.

Penyebab Umum dan Solusinya

Gunakan tabel ini untuk mendiagnosis dan mengatasi masalah yang paling sering terjadi.

Masalah Kemungkinan Penyebab Solusi
Fermentasi tidak dimulai atau sangat lambat Suhu terlalu dingin: Metabolisme ragi lambat. Naikkan suhu secara perlahan ke rentang optimal (28-35°C).
Kesehatan ragi buruk: Ragi lama, jumlah kurang, atau tidak direhidrasi dengan benar. Tambahkan ragi baru yang sehat (pitching ulang). Pastikan jumlah ragi cukup untuk volume dan kadar gula.
Fermentasi macet di tengah jalan Stres osmotik: Kadar gula awal terlalu tinggi. Encerkan mash dengan hati-hati menggunakan air steril untuk menurunkan konsentrasi gula.
Suhu terlalu panas: Ragi mengalami stres panas dan mati. Turunkan suhu ke rentang optimal. Mungkin perlu menambahkan ragi baru.
Kekurangan nutrisi: Ragi kehabisan nutrisi esensial. Tambahkan nutrisi ragi sesuai dosis yang dianjurkan.
pH di luar rentang: pH terlalu tinggi atau terlalu rendah menghambat ragi. Ukur pH. Jika terlalu tinggi, tambahkan asam sitrat. Jika terlalu rendah, tambahkan kalsium karbonat. Lakukan secara bertahap.
Aroma asam atau tidak sedap Kontaminasi bakteri: Bakteri bersaing dengan ragi dan menghasilkan asam. Periksa dan perketat prosedur sanitasi untuk batch berikutnya. Menjaga pH di bawah 5.0 dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri. Batch yang sudah terkontaminasi parah mungkin tidak bisa diselamatkan.

Kesimpulan: Dari Menebak-nebak Menuju Penguasaan Proses

Optimalisasi produksi bioetanol bukanlah ilmu sihir, melainkan hasil dari kontrol proses yang disiplin. Kita telah melihat bahwa kadar gula adalah variabel tunggal yang paling kritis, yang secara langsung memengaruhi kesehatan ragi, efisiensi konversi, dan hasil akhir etanol. Refractometer, bila digunakan dengan benar—termasuk kesadaran akan perlunya koreksi alkohol—berubah dari sekadar alat ukur menjadi instrumen kontrol proses yang sangat kuat.

Dengan menerapkan pendekatan sistematis melalui Quality Control dan SOP, Anda dapat memastikan setiap batch dimulai dalam kondisi optimal. Dengan memahami cara mendiagnosis dan memecahkan masalah umum, Anda dapat meminimalkan kerugian dan menjaga produksi tetap berjalan lancar. Dengan mengikuti playbook ini, Anda dapat beralih dari menebak-nebak dan bereaksi terhadap masalah, menjadi seorang produsen yang menguasai proses, secara konsisten mencapai efisiensi dan hasil yang maksimal. Terapkan prinsip-prinsip dalam panduan ini pada batch produksi bioetanol Anda berikutnya untuk mulai melihat peningkatan yang nyata.

Sebagai pemasok dan distributor alat ukur dan pengujian terkemuka, CV. Java Multi Mandiri berkomitmen untuk mendukung kesuksesan operasional klien bisnis dan industri kami. Kami memahami bahwa instrumen yang tepat adalah kunci untuk kontrol kualitas dan efisiensi proses. Jika perusahaan Anda membutuhkan refractometer, pH meter, atau peralatan pengukuran presisi lainnya untuk mengoptimalkan produksi bioenergi, tim kami siap membantu Anda menemukan solusi yang paling sesuai. Mari diskusikan kebutuhan perusahaan Anda dan bangun kemitraan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Rekomendasi Refractometer


Disclaimer: Informasi yang disediakan dalam artikel ini bertujuan untuk edukasi. Proses produksi industri harus selalu dilakukan oleh personel yang berkualifikasi dengan mengikuti protokol keselamatan yang berlaku.


Referensi

  1. Tse, T. J., Wiens, D. J., & Reaney, M. J. T. (2021). Production of Bioethanol—A Review of Factors Affecting Ethanol Yield. Fermentation, 7(4), 268. Retrieved from https://www.mdpi.com/2311-5637/7/4/268
  2. Mussatto, S. I., Dragone, G., Guimarães, P. M., Silva, J. P., Carneiro, L. M., Roberto, I. C., … & Teixeira, J. A. (2010). Yeasts in sustainable bioethanol production: A review. Biochemistry and Biophysics Reports, 1, 1-13. Retrieved from https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405580816302424
  3. Lin, Y., Zhang, W., Li, C., Sakakibara, K., Tanaka, S., & Kong, H. (2022). From Saccharomyces cerevisiae to Ethanol: Unlocking the Power of Fermentation for a Sustainable Future. Fermentation, 8(11), 579. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10607480/